Slogan “keseteraan gender” tidak tepat sasaran jika didengungkan dalam Persatuan Orangtua Murid dan Guru (POMG). Bagaimana tidak? Hampir sebagian besar peserta yang aktif justru dari kaum perempuan (ibu), bukan dari laki-laki (ayah). Itulah yang terjadi di POMG Kelas IVA SD Islam Ulil Albab, Kebumen. Meski ketuanya seorang ayah, tetapi yang aktif dalam kegiatan POMG adalah ibu-ibu. Padahal sebagian besar mereka bukan hanya menjadi ibu rumah tangga. Banyak ibu-ibu yang berprofesi sebagai guru, perawat, pegawai swasta, dan lain sebagainya.
Tentu,
fenomena itu terjadi pada POMG kelas lain atau bahkan di sekolah lain. Dari 21
Ketua POMG, hanya 1 yang diketuai oleh ayah. Semua ketua POMG berasal dari ibu
dan yang aktif pun ibu-ibu. Bisa jadi sebagian besar ayah memang kurang begitu
tertarik dengan organisasi. Lihat saja di di desa atau instansi baik pemerintah
maupun swasta. Tidak ada organisasi yang mengikat ayah. Yang ada justru
organisasi ibu seperti PKK, Darma Wanita, Ikatan Istri, atau Ikatan Wanita. Di organisai
kagamaan ada Fatayat sebagai organisasi wanita NU dan ada Aisiyah yang menjadi
wadah wanita Muhammadiyah.
Padahal
POMG memiliki peran penting dalam menjalin kerja sama antara sekolah dengan
orang tua. Keberhasilan pendidikan tidak dapat dipisahkan dari keterlibatan
aktif orang tua, termasuk ayah. Seperti halnya komite sekolah, peran POMG pun
hampir sama. Bedanya, jika kewenangan komite sekolah mencakup seluruh satuan
pendidikan, maka POMG hanya terbatas pada masing-masing kelas. Dalam Undang-undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa Komite
Sekolah berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan
pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta
pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
Dengan
demikian peran utama POMG adalah dalam rangkan peningkatan mutu pelayanan
pendidikan yang diselenggarakan sekolah. POMG dapat memberikan pertimbangan dan
arahan terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan dalam satu kelas. Kegiatan siswa
selama setahun dapat disusun bersama antara wali kelas, guru, dan orangtua. Hal
ini bertujuan agar kegiatan siswa mendapatkan dukungan penuh dari orangtua dan
untuk menghindari kesalahpahaman antara orangtua dan sekolah.
POMG
juga dapat memberikan sumbangan tenaga, sarana, dan prasarana dalam kegiatan
yang melibatkan orangtua dan anak, seperti Pentas Akhir Tahun. Orang tua dan
anak mempersiapkan panggung dan segala perlengkapannya agar kegiatan berhasil.
POMG juga dapat terlibat dalam kegiatan kelas inspirasi. Misalnya dengan
mendatangkan orangtua yang berasal dari berbagai profesi. Secara bergilir atau
beberapa orang tua yang bekerja dalam bidang yang sama dapat hadir ke kelas
untuk menginspirasi anak-anak yang ada di kelas tersebut.
Peran
lainnya adalah POMG dapat melakukan pengawasan terhadap pelayanan yang
diberikan oleh satuan pendidikan. Jika terjadi ketidakpuasan terhadap proses
pembelajaran, orang tua dapat memberi kritik dan saran agar terjadi perbaikan.
Orangtua dapat meminta informasi dari anak-anaknya tentang kegiatan yang ada di
sekolah.
Kunci
dari kemitraan sekolah dan orang tua atau POMG sebagaimana dikutip dari
situs inclusiveschools.org yang ditampilkan dalam
sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id adalah membangun apa yang disebutnya 3R,
yakni respect atau rasa hormat, responsibility atau
tanggung jawab, dan relationship atau hubungan. Sekolah dan
orangtua harus saling menghormati dan bertanggung jawab atas peran
masing-masing. Keduanya juga harus saling menjaga hubungan mutualis demi
perkembangan anak didik. https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=4929
![]() |
Foto bersama orangtua dan anak setelah kegiatan POMG Kelas IVA (sekarang Kelas VA) bersama Ustadzah Rofiqoh, psikolog anak. Hanya ada 2 laki-laki yaitu wali kelas dan Ketua POMG. |
Parenting ayah
Salah
satu kegiatan POMG yang tak kalah pentingnya adalah kegiatan parenting. Pada
dasarnya parenting adalah cara orangtua mengasuh anaknya.
Tetapi dalam POMG, parenting dilakukan dengan mengundang
narasumber untuk memberikan pengetahuan tentang mendidik anak. Sebab tak ada
“perguruan tinggi” yang mencetak seseorang menjadi “orangtua”. Yang ada
hanyalah orangtua yang terus belajar agar dapat mendidik anaknya dengan baik.
Bagaimanapun juga belajar tidak mengenal usia. Belajar adalah kegiatan
sepanjang hayat yang merupakan kewajiban agama.
Seiring
perkembangan zaman, orang tua perlu meningkatkan pemahaman mereka dalam
mengasuh anaknya. Cara mendidik anak harus menyesuaikan dengan perkembangan
zaman. Hal ini senada perkataan Ali ibn Abi Thalib: "Didiklah anak-anakmu
sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu.
Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan
untuk zaman kalian."
Tentunya
zaman orangtua sangat berbeda dengan zaman anak-anaknya. Orangtua tak bisa
seenaknya menerapkan pola asuh yang diterimanya ketika mereka menjadi anak.
Meski kesuksesan yang diraihnya tidak lepas dari peran orangtua mereka. Jika
tetap dilakukan, maka bisa menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap
perkembangan anaknya. Dulu, bisa jadi ketika menjadi anak, orangtua menerima
pendidikan yang otoriter. Tetapi cara tersebut tidak sesuai dengan perkembangan
anak-anaknya yang tumbuh di era globalisasi.
Disinilah
orangtua perlu memahami keadaan zaman ketika mereka harus mendidik
anak-anaknya. Perkembangan psikologis anak yang dibesarkan dalam era informasi
ini sangat berbeda dengan zaman orangtua. Bisa jadi, dulu orangtua merupakan
satu-satunya sumber informasi, tetapi saat ini anak bisa dengan mudah mengakses
internet untuk mendapat informasi yang mereka butuhkan. Bahkan anak-anak lebih
cepat mengikuti perkembangan teknologi dibanding orangtua.
Kondisi
ini tentu menuntut perubahan pola asuh orangtua dalam mendidik anaknya. Saat
ini pola asuh anak lebih ditekankan pada hubungan orangtua dan anak sebagai
mitra yang saling berkomunikasi. Sebagai sahabat yang menjadi tempat menuangkan
keluh kesah dan harapan. Kepatuhan anak-anak saat ini tidak diukur dengan
kemauan mereka untuk mengikuti perintah orangtuanya. Tetapi ada proses
interaktif antara anak dan orangtua untuk menentukan kegiatan anaknya.
Sayangnya,
keterlibatan ayah dalam kegiatan parenting yang
diselenggarakan POMG masih sangat minim. Saat penulis mengadakan parenting yang
melibatkan Kelas IV A, B, dan C, hanya dua orang ayah yang hadir. Mungkin
karena merasa asing, salah seorang ayah pamit lebih awal meninggalkan acara.
Begitu juga saat parenting yang hanya diselenggarakan satu
kelas saja. Hanya seorang ayah yang hadir. Itupun karena kedudukannya sebagai
ketua POMG. Jika tidak, mungkin ayah ini pun memilih mewakilkan kepada
istrinya.
Padahal
kehadiran ayah dalam kegiatan parenting sangatlah penting.
Tentunya, setelah kegiatan selesai, ayah dan ibu dapat memanfaatkannya untuk
bertukar pikiran. Kesepahaman antara ayah dan ibu dalam pendidikan keluarga
merupakan sebuah keniscayaan. Ayah dan ibu harus memiliki kesepahaman dalam
mendidik anak-anak mereka. Jika bapak sebagai kepala keluarga kurang memiliki
pengetahuan yang baik tentang parnting, tentu akan menjadi
kendala dalam membesarkan anak-anaknya. Apalagi peran ayah sebagai nahkoda
keluarga yang akan membawa baik-buruknya perkembangan anak-anak mereka.
Sudah
seharusnya ayah juga terlibat dalam
kegiatan parenting sebagai upaya menambah wawasan tentang
pendidikan keluarga. Ayah dan ibu pun dapat berkonsultasi langsung kepada
narasumber tentang permasalahan yang dihadapi dalam mendidik anak-anaknya.
Jangan sampai orangtua salah menerapkan masalah. Jika itu terjadi maka dapat
berakibat kurang baik dalam perkembangan psikologis dan kepribadian anaknya.
Untuk
itu, pengurus POMG tak boleh menyerah dalam menarik minat ayah agar terlibat aktif dalam kegiatan,
khususnya parenting. ayah bukan sekadar berkewajiban untuk membiayai
keperluan sekolah anak-anaknya, tetapi juga membimbing anaknya menjadi pribadi
dewasa yang mandiri. ayah bukan sekadar
mengambil buku rapot di akhir semester, tetapi turut andil dalam memotivasi
anaknya agar meraih hasil belajar yang maksimal.
#sahabatkeluarga
#KeluargaHebatPendidikanBermartabat
Penulis adalah
seorang guru yang smenjadi Ketua POMG sejak Kelas IA hingga Kelas VA SD Islam
Ulil Albab Kebumen
Komentar
Posting Komentar